Questions? +1 (202) 335-3939 Login
Trusted News Since 1995
A service for global professionals · Friday, August 1, 2025 · 836,034,905 Articles · 3+ Million Readers

Harga Minyak Tertahan Tinggi: Manuver Pasar Energi yang Mengubah Arah Inflasi dan Strategi Bank Sentral

Gambar layar terbagi menampilkan gedung bank sentral bernuansa abu-abu di sisi kiri, dan kilang minyak yang menyala di waktu senja di sisi kanan, dengan grafik harga samar yang menunjukkan volatilitas terbaru. – EBC

Energi vs Ekonomi — Saat harga minyak mentah terus bergerak, EBC Financial Group menyoroti bagaimana pergerakan komoditas mulai memengaruhi narasi tradisional bank sentral.

EBC Financial Group Menganalisis Dilema Asia Tenggara di Tengah Ancaman Tarif dari AS

DC, UNITED STATES, July 31, 2025 /EINPresswire.com/ -- Ketika bank-bank sentral global mulai melonggarkan kebijakan moneternya, muncul kekuatan lain yang justru bekerja berlawanan arah: pasokan minyak yang dibatasi. Sejumlah produsen utama energi memilih untuk tetap menerapkan pemangkasan produksi secara sukarela hingga akhir 2025. Padahal, permintaan mulai meningkat dan cadangan minyak global berada di level rendah.

Strategi pasokan yang ketat ini secara efektif menciptakan “lantai harga”, dengan Brent crude bertahan di kisaran US$68,3 per barel, turun 1,2% usai sanksi terbaru dari Uni Eropa. Pasar tampaknya tidak berekspektasi gangguan suplai besar-besaran. Meski volatilitas belakangan ini mencerminkan aksi ambil untung jangka pendek dan ketidakpastian dagang, proyeksi dari Goldman Sachs dan IEA menunjukkan peluang rebound harga minyak saat permintaan pulih di paruh akhir 2025.

“Kita hidup di era di mana keputusan pasokan komoditas bisa menyaingi, bahkan mengalahkan, pengaruh bank sentral,” ujar David Barrett, CEO EBC Financial Group (UK) Ltd. “Mengabaikan dinamika ini bisa membuat penilaian aset jadi keliru—mulai dari FX, obligasi, hingga sekuritas yang terikat inflasi.”

Analisis terbaru terhadap permintaan menunjukkan bahwa proyeksi OPEC dan IEA untuk tahun 2025 mungkin terlalu konservatif. Meskipun keduanya memperkirakan pertumbuhan permintaan antara 700 ribu hingga 1,29 juta barel per hari, laju terendah sejak 2009, nyatanya, impor minyak mentah Asia melonjak sekitar 510 ribu barel per hari hanya dalam enam bulan pertama 2025. IEA bahkan memperingatkan bahwa proyeksi saat ini bisa saja meremehkan permintaan riil seiring meningkatnya aktivitas perjalanan dan industri global.

Minyak, Makanan, dan Imbas Kebijakan

Kenaikan harga minyak, sekecil apa pun, berdampak luas. Biaya transportasi dan bahan pangan naik di berbagai negara pengimpor energi. Di Eropa, saat ECB baru memulai siklus penurunan suku bunga pertamanya sejak 2019, inflasi energi yang tak kunjung reda bisa menunda pelonggaran lebih lanjut. Sementara itu di Amerika Serikat, harga bahan bakar yang tetap tinggi memperumit keputusan kebijakan yang terkait CPI dan isu dagang.

Bank sentral di negara-negara seperti India, Thailand, dan Filipina, yang inflasinya mulai mereda tapi masih rentan, kemungkinan akan menahan diri dari pemangkasan suku bunga karena beban biaya energi impor masih tinggi

Siapa Diuntungkan, Siapa Merugi

Negara pengekspor minyak dengan cadangan fiskal kuat menikmati berkah harga minyak tinggi: neraca perdagangan membaik, pendapatan negara meningkat. Sebaliknya, negara pengimpor minyak menghadapi pelemahan mata uang, defisit transaksi berjalan, dan inflasi yang kembali tak stabil.

Pasar keuangan global turut bergerak. Ekspektasi inflasi di pasar obligasi AS menguat, dengan breakeven 5 tahun naik ke sekitar 2,5%, tertinggi dalam beberapa bulan terakhir. Di pasar mata uang, petro-currencies seperti dolar Kanada (naik 0,3% pada Juni) dan krona Norwegia mengungguli mata uang lainnya. Investor mulai kembali melirik saham-saham terkait energi, didorong perbaikan sentimen pasar minyak dan revisi proyeksi permintaan.

Antisipasi Pergerakan Harga: Panduan Singkat untuk Trader

Bagi para trader, dinamika ini menjadi sinyal sekaligus peluang. Saat harga minyak jadi pusat perhatian dalam membentuk ekspektasi inflasi, setiap lonjakan tajam bisa merembet ke pasar FX, obligasi, dan ekuitas. Mata uang energi seperti CAD dan NOK bisa menjadi indikator arah sentimen pasar, sementara aset lindung inflasi, seperti TIPS dan ETF komoditas, semakin relevan sebagai alat hedging.

Penguatan breakeven rate menandakan pasar sedang menilai ulang risiko inflasi jangka panjang, membuat strategi terhadap aset sensitif suku bunga dan durasi makin penting. Di tengah bank sentral yang berhati-hati menyeimbangkan antara pertumbuhan dan inflasi, pelaku pasar yang jeli memantau aliran komoditas dan kebijakan moneter akan lebih siap mengantisipasi perubahan arah, dan menghindari risiko terjebak di sisi yang salah dari rezim harga minyak yang tinggi dan berkepanjangan.

Untuk analisis lebih lanjut soal pasar komoditas, kunjungi www.ebc.com.

Disclaimer: Artikel ini merupakan hasil observasi EBC Financial Group dan seluruh entitas globalnya. Bukan merupakan saran keuangan atau investasi. Perdagangan komoditas dan valuta asing (FX) mengandung risiko kerugian signifikan dan dapat melebihi modal awal. Konsultasikan dengan penasihat keuangan profesional sebelum mengambil keputusan investasi. EBC Financial Group tidak bertanggung jawab atas segala kerugian akibat penggunaan informasi ini.

### 

Tentang EBC Financial Group

Didirikan di pusat distrik keuangan London, EBC Financial Group (EBC) dikenal sebagai salah satu pemain global dalam bidang pialang keuangan dan manajemen aset. Melalui sejumlah entitas teregulasi yang beroperasi di berbagai yurisdiksi keuangan utama, termasuk Inggris, Australia, Kepulauan Cayman, Mauritius, dan lainnya, EBC menyediakan akses bagi investor ritel, profesional, maupun institusional ke beragam pasar global seperti valas, komoditas, saham, hingga indeks.

Perusahaan yang telah meraih berbagai penghargaan ini mengedepankan standar etika tinggi, dengan seluruh entitasnya beroperasi di bawah pengawasan otoritas keuangan masing-masing negara. EBC Financial Group (UK) Limited diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan Inggris (FCA), sementara EBC Financial Group (Cayman) Limited berada di bawah regulasi Otoritas Moneter Kepulauan Cayman (CIMA). Di Australia, EBC Financial Group Pty Ltd dan EBC Asset Management Pty Ltd tunduk pada pengawasan Komisi Sekuritas dan Investasi Australia (ASIC). Sedangkan di Mauritius, EBC Financial (MU) Ltd diatur oleh Komisi Jasa Keuangan (FSC).   

Di balik EBC berdiri para veteran industri keuangan dengan pengalaman lebih dari 40 tahun di institusi keuangan global. Mereka telah melalui berbagai siklus ekonomi penting, mulai dari Plaza Accord, krisis franc Swiss 2015, hingga gejolak pasar akibat pandemi COVID-19. Budaya perusahaan dibangun di atas nilai integritas, rasa hormat, dan keamanan aset klien, sebuah komitmen yang menjadikan kepercayaan investor sebagai prioritas utama.

Sebagai Official Foreign Exchange Partner dari klub sepak bola FC Barcelona, EBC memperluas jangkauan layanannya hingga Asia, Amerika Latin, Timur Tengah, Afrika, dan Oseania. Melalui kerja sama dengan United to Beat Malaria, EBC turut ambil bagian dalam inisiatif kesehatan global. Selain itu, EBC juga mendukung program publikasi ekonomi “What Economists Really Do” bersama Departemen Ekonomi Universitas Oxford, demi meningkatkan literasi publik tentang peran ekonomi dalam menjawab tantangan masyarakat modern. 

https://www.ebc.com/

Michelle Siow
EBC Financial Group
michelle.siow@ebc.com

Powered by EIN Presswire

Distribution channels: Banking, Finance & Investment Industry, Business & Economy, Culture, Society & Lifestyle, U.S. Politics, World & Regional

Legal Disclaimer:

EIN Presswire provides this news content "as is" without warranty of any kind. We do not accept any responsibility or liability for the accuracy, content, images, videos, licenses, completeness, legality, or reliability of the information contained in this article. If you have any complaints or copyright issues related to this article, kindly contact the author above.

Submit your press release